Berbagi Ilmu Demi Kemajuan Pendidikan

Latest News - Meet Doctor - Konsultasi Dokter Gratis Secara Online

Bernapas

Saturday, January 23, 2016

1. Cara kita Bernapas
Setiap saat kita selalu bernapas. Udara dapat masuk atau keluar paru-paru karena adanya tekanan antara udara luar dengan udara dalam paru-paru. Perbedaan tekanan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan besar kecilnya rngga dada, rongga perut dan rongga alveolus. Perubahan ukuran rongga ini terjadi karena pekerjaan otot-otot pernapasan. Otot-otot pernapasan ini meliputi otot antara tulang rusuk dan otot diafragma.
Pernapasan dapat terjadi secara tidak sadar, sehingga saat tidur pun kita tetap bernapas. Pernapasan juga dapat diatur menurut kehendak kita. Misalnya ketika kita secara tidak sadar menarik napas panjang atau menahan napas.
Orang tidur secara tidak sadar melakukan pernapasan.
(Gambar : Pulsk.com)


Pernapasan normal dilakukan oleh gerakan diafragma. Bila berkontraksi, diafragma menjadi lebih datar, sehingga rongga dada menjadi lebih besar. Udara mengalir ke dalam paru-paru untuk mengisi ruangan tambahan ini. Dalam pernapasan biasa, diafragma hanya turun kira-kira satu setengah sentimeter, sedangkan pada waktu mengambil napas dalam, diafragma dapat turun sampai tujuh setengah sentimeter.

Sistem pernapasan bekerja seperti pengembus atau pompa udara. Cara kerjanya tergantung pada tekanan udara di sekitar kita untuk mendorong udara ke dalam paru-paru pada saat rongga dada menjadi lebih besar.
Bila diafragma mengendur, bentuknya kembali seperti kubah. Dalam keadaan ini paru-paru ditekan sedikit sehingga udara yang ada di dalamnya didesak ke luar.
Pernapasan normal dengan diafragma merupakan cara bernapas biasa. Pada pernapasan ini, naik turunnya dada hampir-hampir tidak kelihatan, tetapi perut tampak bergerak perlahan pada saat diafragma berokntraksi dan mengendur.
Bila kita mengeluarkan tenaga sekuat-kuatnya, otot-otot kita memerlukan lebih banyak oksigen dari darah. Gerakan diafragma saja tidak dapat memberikan pernapasan yang cukup dalam. Untuk ini digunakan tulang-tulang rusuk yang digerakkan oleh otot-otot interkosta untuk menghasilkan perluasan dan kontraksi dada yang jauh lebih besar, sehingga paru-paru juga dapat mengembang lebih besar.
Cara kita bernapas
(Gambar: Ward, Brian R. 1982. The Lungs and Breathing)

2. Udara untuk Bernapas
Volume udara pernapasan berarti banyak sedikitnya udara yang dapat kita hirup. Volume udara pernapasan sangat bervariasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh cara dan kekuatan seseorang saat melakukan proses pernapasan. Jumlah oksigen yang kita perlukan juga dipengaruhi oleh aktifitas yang yang kita lakukan sehari-hari. Semakin banyak dan berat kegiatan yang kita kita lakukan, semakin banyak jumlah oksigen yang kita butuhkan. Pada saat istirahat, seorang dewasa menghirup kurang lebih 500 mililiter udara setiap kali bernapas. Kita biasanya bernapas kira-kira 10 sampai 14 kali tiap menit. Jadi untuk tiap menitnya kita menghirup 5 sampai tujuh liter udara.
Tetapi bila kita sedang berolahraga dengan giat, jumlah udara yang kita hirup dapat mencapai 100 liter tiap menitnya. Udara sebanyak ini digunakan untuk menambah oksigen pada otot. Walaupun demikian, dalam beberapa menit persediaan oksigen dalam darah akan habis terpakai, sehingga kita masih akan terengah-engah selama beberapa saat meskipun latihan telah usai.
Setiap hari kita menghirup kurang lebih 15 meter kubik udara dan selama hidup kita menghirup hampir 400 ribu meter kubik udara. Udara sebanyak ini cukup untuk mengisi dua setengah kapal udara besar atau satu kapal tangki minyak berukuran besar.
Meskipun kita telah menghembuskan udara semaksimal mungkin, di dalam paru-paru kita masih terdapat udara yang dapat dikeluarkan sejumlah 0,5 - 1 liter. Udara ini dinamakan volume sisa. Udara yang dapat masuk dan keluar dari paru-paru jumlahnya kurang lebih 4 liter. Volume ini disebut kapasitas vital paru-paru. Gas karbon dioksida cenderung untuk menumpuk dalam udara residu ini. Sebelum melakukan latihan, para atlet seringkali mengambil napas dalam-dalam. Dengan demikian, seluruh gas karbon dioksida tersebut dapat dikeluarkan dari paru-paru mereka dan diganti dengan oksigen.
(Gambar: Ward, Brian R. 1982. The Lungs and Breathing)



Alat yang digunakan untuk menghitung jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan disebut spirometer.
(Gambar: medicalogy.com)

3. Menghirup Udara Kotor dan Paru-Paru yang Tidak Sehat
Udara di lingkungan sekitar yang kamu hirup seringkali berisi debu, asap dan kotoran. Hal ini dapat menyumbat pipa udara dan merusak paru-parumu. Biasanya lendir yang kental akan melapisi hidungmu. Lendir kental ini disebut ingus. Beberapa kotoran menempel pada lendir tersebut. Kamu akan membuangnya ketika kamu menghembuskan udara lewat hidungmu. Pipa-pipa udara juga akan dialiri oleh lendir tadi. Pipa ini ditutupi oleh rambut halus yang disebut cilia. Cilia dan lendir akan menjaring kotoran dan mengeluarkannya dari paru-parumu.
Asap pabrik mengotori udara
(Gambar: Tempo.co)


Orang yang merokok atau menghisap rokok dapat dikatakan menghisap zat kimia beracun. Zat kimia ini dapat menyumbat cilia dan membuatnya berhenti bekerja. Lendir dan kotoran akan akan menumpuk di paru-paru perokok.
Paru-paru perokok menjadi kotor secara alami sejalan dengan bertambahnya usia. Paru-paru seorang perokok juga akan terisi oleh getah cairan yang berwarna hitam yang disebut tar.
Perbandingan paru-paru sehat dan paru-paru perokok
(Gambar: bodyworld3.com)

4. Pernapasan Buatan
Pernapasan buatan merupakan usaha memberikan udara pernapasan pada seseorang yang pernapasannya terganggu atau tidak dapat melakukan pernapasan dengan baik. Pernapasan buatan dapat dilakukan dengan cara tanpa alat maupun dengan alat mekanik. Pernapasan buatan yang dilakukan tanpa alat dapat dilakukan dengan meniupkan udara langsung ke dalam paru-paru melalui mulut atau hidung. Selain itu juga dapat dilakukan dengan memapatkan dan mengembangkan dada secara bergantian. Pernapasan buatan tanpa menggunakan alat biasanya dilakukan dalam keadaan darurat.

Pernapasan buatan dengan alat mekanik biasanya dilakukan di rumah sakit. Alat pernapasan buatan yang digunakan misalnya dengan tabung gas oksigen atau ventilator.
Ventilator yang dipasangkan pada pasien di rumah sakit
(Gambar: medscape.com)

5. Bernapas di Dalam Air dan di Ketinggian
Kemampuan berenang tidak selalu kita peroleh secara alami. Namun sangat mengherankan bahwa tubuh manusia mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan air. Kita dapat menahan napas cukup lama untuk menyelam di dalam air selama satu menit atau lebih. Dengan latihan, udara dapat dicegah masuk melalui hidung. Ini dapat dilakukan cukup dengan menutup saluran udara melalui hidung dengan langit-langit lunak. Udara yang sudah masuk ke dalam rongga hidung mencegah masuknya air.

Orang yang menyelam tanpa memakai pakaian selam akan mengalami perubahan aliran darah. Perubahan ini mengurangi kebutuhan akan oksigen dan hilangnya panas tubuh.
(Gambar: GoPro)

Bila kita menyelam ke dalam air dingin, darah di dalam tubuh kita mengalir menjauh dari kulit dan otot-otot, sedangkan darah yang mengalir ke organ dalam akan meningkat. Dengan cara ini, jumlah oksigen yang digunakan menjadi berkurang dan hilangnya panas tubuh ke air juga berkurang. Mekanisme seperti ini dimiliki juga oleh itik, anjing laut, singa laut, ikan paus dan burung-burung serta binatang-binatang menyusui berdarah panas lainnya yang hidup di air.
Bila kita menyelam lebih dalam, air akan menekan tubuh kita dengan kekuatan besar. Pada tekanan yang tinggi ini, nitrogen maupun oksigen diserap oleh paru-paru dan larut dalam darah. Jika penyelam terlalu cepat muncul ke permukaan air setelah lama menyelam, nitrogen tersebut dapat membentuk gelembung-gelembung di dalam darah dan menyebabkan suatu keadaan yang cukup gawat yang disebut dengan dekompresi.
Begitu juga dengan tempat tinggi. Semakin tinggi suatu tempat, semakin sedikit udara yang tersedia. Artinya, hanya ada sedikit udara yang dapat dipakai untuk bernapas. Pendaki gunung sering harus membawa persediaan oksigen ekstra untuk membantu pernapasan. Kekurangan oksigen dapat mengakibatkan penyakit yang disebut penyakit ketinggian. Hal ini dapat membuat pendaki gunung merasa sakit, pusing dan sesak napas.